Malam Berakhir Gempa
Malam yang dingin, sesorang Kakek
tua terkujur lemah di atas kursi roda. Tubuh
yang loyoh, kaki yang tak bisa lagi di manfaatkan, dan wajah yang rontok
oleh kulit yang sudah tidak rapi lagi. Pandangan mata yang sudah tak bisa
memandang, menyambut kedatanganku.
“ Kek Kenapa diuar sini? Khan
dingin”
“Tidak apa apa cuk”
Dengan hati yang polos aku
membawanya masuk ke rumah, rumah yang lebih nyaman dan hangat.Jam demi Jam berlalu, Desis TV serayak
menandakan malam semakin larut, aku bergegas membawa Kakek ke tempatnya melepas
lelah, dengan penuh kekuatan dan keikhlasan aku membantu Kakek turun dari kursi
rodanya. Namun semua itu belum menutup tugasku hari ini, aku harus pergi
mengais rejeki di tempat yang berbeda.
“Kakek sudah tidur dan sekarang
aku harus pergi ke rumah Pak Haris”
Dengan langkah pasti aku menuju ke
tempatku mengais rejeki, di rumah Pak Haris, di rumah itulah aku harus berjaga
dari orang yang tidak mau berusaha yang hanya mengandalkan pagar orang. Setelah
beberapa langkah dan energy yang mulai
habis, aku akhirnya tiba, dengan sambutan hangat dari Teman Jagaku aku bergegas
ganti giliran.
“Hy bro sekarang giliran gue yang
jaga, loe istirahat ajah”
“Ok, Gue Juga Mulai ngantuk”
Malam meranjak pergi, pagi datang
membersihkan sunyinya malam, seirinh dengan datangnya cahaya mentari
menghangatkan tubuh yang masih dingin. Seorang Pria berbadan kokoh lengkap dengan
jasnya, dengan wajah yang tak asing dia memberikan aku uang, dan ternyata
dialah Pak Haris Pemilik rumah.
“hy ini upahmu..! “ Sapa Pak Haris
sambil menyodorkan uang di tangan kanannya
“oh terimah Kasih Pak,” Ucapku
“Tapi jangan pulang dulu” lanjut
pak Haris
“Oh ya ada apa memangnya pak”
tanyaku heran
“Nanti Sore ada Mobil Membawa
Lemari, Lemari yang besar, dan gak
mungking klo hanya Si Adul Yg membantuku membawa Lemari” Ucap Pak Haris
“Ok Siap Pak!”Jawabku tegas.
Hari Meranjak Sore, tidak ada
satupun tanda-tanda kedatangan mobil yang dimaksud, begitupulah si Adul yang
tidak kunjung datang, tidak seperti biasanya si Adul Selalu datang lebih cepat
dari waktu jaganya. Hati yang bergemuruh lambat berubah menjadi cepat, Seiring dengan
langkah kaki yang bergetar menuju ke kamar Pak Haris, untuk sekedar bertanya ,
ada apa dengan mobilnya? , walaupun sebenarnya seorang penjaga seperti aku di
larang menyentuh pintu yg bentuknya elegan dengan gangan pintunya yang terbuat
dari emas, tak satupun seorang penjaga yang pernah masuk ke kamar tersebut.
Kayuh tangan sedikit demi sedikit menyentuh daun pintu, serayak menandakan akan
ada masalah atau tidak.
“Duk….Duk….Duk” (suara pintu)
“Ass…..ala….mu…..alaikum pak”
sapaku dengan hati yang masih penuh getaran
“……………..” tak ada Jawaban
“Assalamualaikum pak” sapaku
lanjut dengan heran
“……………..”Masih tak ada jawaban
““Assalamualaikum pak…………..!”
Teriaku.
Tak ada jawaban,Tanpa pikir
panjang aku langsung pulang dan beraktivitas seperti biasanya, dan hari itu
ternyata hari special. Ada Acara TV Kesukaan ku dan ada Sepupu datang dari
desa. Kami seru seruan hingga larut malam,dan sepertinya mereka tidak menginap
dan langsung pulang. Di jam 1 malam aku tidur.
Hari ini aku bangun agak kesiangan. Biasanya aku bangun pukul
04.30. Maklum, seharian kemarin aku membantu om Tanteku memecah dan mengangkut
batu sampai menjelang malam. Aku bergegas pergi ke sungai di belakang rumahku. Om
Tanteku sudah berada di sungai itu. Omku mengambil batu-batuan dan pasir di
sungai, Tanteku membantu om memecah batu-batuan yang besar menjadi
kerikil-kerikil kecil.
Entah apa, hari
itu aku agak malas. Aku duduk termenung di pinggir kali sambil memandangi
pecahan-pecahan batu yang aku kerjakan kemarin. Aku ambil palu, alat utama
pemecah batu, namun aku enggan untuk memulai pekerjaan harianku.
Dari jauh kulihat
sekelompok anak berseragam merah-putih sedang berjalan beriringan. Tampaknya
mereka akan berangkat ke sekolah. Aku intip mereka dari balik semak-semak di
pinggir kali. Mereka tampak gembira bercanda ria, berkejar-kejaran. Mereka
semua berpakaian rapi, bersepatu, dan menenteng tas.
Melihat semua itu,
tiba-tiba hatiku bergolak. Ada keinginan kuat untuk melanjutkan sekolah yang
kemarin terputus di saat aku akan naik kelas 4. Aku terpaksa putus sekolah
karena orang tuaku Meninggal, dan semua uangnya di pakai untuk kebutuhan Sepupu-Sepupuku
yang jumlahnya tiga orang.
Diam-diam air mataku meleleh, aku menangis tersedu-sedu. Dalam
hati aku berdoa, Ya Tuhan, aku ingin sekolah, kabulkanlah keinginaku ini Ya
Tuhan.
Tiba-tiba ada seorang lelaki setengah baya menghampiriku dan
bertanya kenapa aku menangis.
“Nak Kamu kenapa?” Tanya
orang tersebut
“Aku tidak bisa pergi berkerja karena tak ada kendaraan”Jelasku
“Mari saya antar pergi”
“Ok”
Akhirnya sampailah aku di tempat tujuan dan berkerja seperti
biasanya,namun kejadian kemarin, terus terbayang di benaku. Aku mencoba lagi ke
kamar Pak Haris.
“Duk….Duk….Duk” (suara pintu)
“Ass…..ala….mu…..alaikum pak”
sapaku dengan hati yang masih penuh getaran
“……………..” tak ada Jawaban
“Assalamualaikum pak” sapaku
lanjut dengan heran
“……………..”Masih tak ada jawaban
““Assalamualaikum pak…………..!”
Teriaku.
Suasana hening penuh tanda Tanya
akhirnya pudar ketika Ada terikan berkata Pulanglah, Dengan hati yang sudah tak
bergemuruh cepat akhirnya aku meranjak pulang. Namun sebernya di hati masih ada
yang menjanggal, perasaan yang tak biasanya, hati terus mengingat satu satunya anggota
keluarga tersayang yaitu Nenekku.
“Sepertinya kecemasanku sudah
hilang, tapi masalahnnya sekarang kok aku ingat kakek terus?”
Tanyaku dalam hati
Tanyaku dalam hati
“Sebaiknya aku mempercepat
langkahku”
Lepas dari kota yang penuh Polusi
akhir aku sampai ke tempat yang kurang polusi yang tiada lain adalah rumahku.
Namun ada yang aneh orang bergerumuh di depan halaman, dan tak tau apa yang
sebernya terjadi, tanda tenya besar di kepela yang sempat hilang kembali lagi.
“Wha ada apa tuh?”
Tiba-tiba hati terasa seperti di
tusuk 1001 jarum panas yang berbakteri, kejadian yang membuatku jatuh pinsang,.
Tiba-tiba gempa!!! Ahhh tolong akhirnya aku mati
The End
0 komentar:
Post a Comment